Rabu, 15 Mei 2013

Ayat-ayat AL-Qur'an Agama dan Antar Agama



AYAT-AYAT Al-QUR’AN TENTANG AGAMA DAN ANTAR AGAMA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Tafsir
Dosen Pengampu : Nadhifah, M.S.I


Disusun Oleh :

Min Khatul Maula                            123311026



FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

I.         PENDAHULUAN
Tidak mudah mendefinisikan agama, apalagi di dunia ini kita menemukan kenyataan bahwa agama amat beragam. Agama merupakan kebutuhan paling esensial manusia yang bersifat universal.
Pandangan seseorang terhadap agama, ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama itu sendiri. Dalam pandangan pakar islam, agama yang diwahyukan Tuhan, benihnya muncul dari pengenalan dan pengalaman manusia pertama pentas di bumi. Di sini menemukan tiga hal, yaitu keindahan, kebenaran, dan kebaikan. Gabungan ketiganya dinamai suci. Manusia ingin mengetahui siapa yang menciptakan atau siapa yang Maha suci, dan ketika itulah menemukan Tuhan, dan sejak itu pula berusaha berhubungan dengan-Nya bahkan meneladani sifat-sifat-Nya. Usaha itulah yang dinamai beragama atau dengan kata lain, keberagaman adalah terpatrinya rasa kesucian dalam jiwa seseorang. Karena itu seseorang yang beragama akan selalu berusaha untuk mencari dan mendapatkan yang benar, yang baik, lagi yang indah.
Jadi, kita sebagai orang islam yang berpegang teguh pada kitab suci al-Qur’an, maka sudah sepantasnya kita mengetahui berbagai macam agama dan hubungan antar agama melalui penjelasan tafsir ayat-ayat al-Quran dalam makalah ini.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.  Apa yang dimaksud dengan Agama dan Islam?
B.  Apa saja ayat yang menjelaskan tentang Agama?
C.  Apa saja ayat yang menjelaskan tentang Ahl Kitab?
D.  Bagaimana bentuk interaksi sosial muslim dengan non muslim?

III.   PEMBAHASAN
A.  Pengertian Agama dan Islam
1.    Pengertian Agama
Menurut Syaltut menyatakan bahwa agama adalah ketetapan-ketetapan Illahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia.
Menurut guru besar Al-Azhar agama adalah hubungan antara dua pihak dimana yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada yang kedua jadi dapat disimpulkan hubungan makhluk dengan Khaliq-Nya.[1]
Agama berasal dari bahasa sansekerta, yaitu berasal dari A berarti “tidak”, dan Gama berarti “kacau”. Jadi, kata agama berarti “tidak kacau” atau “teratur”. Dengan demikian, agama adalah aturan yang mengatur manusia agar kehidupannya menjadi teratur dan tidak kacau. 
Dalam Al-Qur’an atau hadits Nabi, agama disebut dengan kata diin atau millah atau syari’ah. Kata Diin atau ad-din artinya pembalasan, adat kebiasaan, peraturan , hari pembalasan, atau hari kiamat. Sedangkan kata millah berarti undang-undang atau peraturan. Kata syari’ah berarti jalan yang harus dilalui atau hukum.[2]
Agama yang benar adalah menyerahkan diri dan ikhlas kepada Allah. Semua nabi bersikap loyal, dan mereka telah mengambil perjanjian tentang itu kepada masing-masing umatnya.
Allah mengingkari orang yang mencari agama selain agama Allah, Dia menurunkan kitab-kitab dan mengutus para Rasul-Nya. Agama berarti penghambaan kepada Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, Zat yang kepada-Nyalah segala apa yang ada di langit dan di bumi berserah diri.
Dan hanya kepada Allah tempat kembali orang yang mengambil agama selain Islam, yakni orang-orang Yahudi, Nasrani, dan lain-lainnya. Ketika itu, mereka akan mendapatkan balasan atas kejelekan mereka, meninggalkan agama yang haq.[3]
2.    Pengertian Islam
Islam berasal dari bahasa arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, atau asalama, yuslimu, islaman yang berarti merendahkan diri, tunduk, taat. Secara istilah Islam adalah agama yang diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang Rasul.[4]
Dalam Al-Qur’an Allah telah menegaskan tentang kebenaran Islam sebagai agama bagi seluruh umat manusia, antara lain tersebut dalam surat Ali Imran:83 yang artinya:
Maka Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (QS. Ali Imran: 83)

Ali Imron :19
¨bÎ) šúïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 
Artinya: Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.
Dari pengertian secara vertikal Islam mengajarkan agar manusia tunduk, patuh, dan menyerahkan diri kepada hukum-hukum Allah, dan secara horizontal Islam mengatur bagaimana seharusnya manusia melakukan hubungan pergaulan antar sesamanya yang saling menyelamatkan, dan dalam hubungan dengan dirinya, bagaimana ia dapat hidup damai, tentram, bahagia lahir batin di dunia dan di akhirat.[5]

B.   Ayat-ayat yang menjelaskan Agama
1.    Surah Al-Hajj: 17
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$#ur (#rߊ$yd tûüÏ«Î7»¢Á9$#ur 3t»|Á¨Y9$#ur }¨qàfyJø9$#ur tûïÏ%©!$#ur (#þqà2uŽõ°r& ¨bÎ) ©!$# ã@ÅÁøÿtƒ óOßgoY÷t/ tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« îÍky­ ÇÊÐÈ    
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
a.    Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan bahwa Allah pasti menolong Nabi dan kaum kaum muslimin yang berjuang menyebarkan dakwah Islam, maka pada ayat berikut ini diterangkan siapa yang dihinakan Allah dan siapa yang dimuliakan Allah.



b.    Tafsir
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa semua orang beriman, Yahudi, Sabi’in, Nasrani, Majusi, dan Musyrik, akan diberi keputusan yang adil oleh Allah pada hari kiamat.
Orang-orang yang beriman dalam ayat ini ialah orang-orang yang beriman kepada yang diajarkan Nabi Muhammad Saw, yaitu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, Rasul-Nya, hari kiamat dan kepada adanya kadar baik dan kadar buruk. Yang dimaksud dengan orang-orang Yahudi adalah anak cucu Nabi Ya’kub a.s yang berkembangbiak di Mesir kemudian dibawa kembali oleh Nabi Musa ke Palestina. Mereka adalah pengikut Nabi Musa dan ajaran-ajarannya yang termuat dalam kitab Taurat. Sabi’in adalah ialah orang-orang yang mengakui keesaan Allah tetapi bukan mukmin, bukan Yahudi bukan pula Nasrani. Orang-orang Nasrani adalah pengikut-pengikut Nabi Isa a.s dengan dengan kitab suci mereka Injil. Dan mereka yang syirik adalah yang menyembah selain Allah. Terhadap semua golongan diatas Allah akan memberikan keputusan dengan adil di hari kiamat, siapa yang benar-benar mengikuti Allah dan Rasul-Nya selama hidupnya dan siapa pula yang mengada-ada dalam agama Allah dan siapa pula yang mengingkari agama Allah.
Keadilan yang sebenarnya belum didapat lagi oleh manusia selama hidup didunia yang fana ini. Betapa banyak orang yang dengan kehendak hatinya mengubah-ubah agama Allah lalu dipaksakannya agama itu agar diikuti oleh orang lain. Betapa banyaknya agama-agama yang menyimpang dari ajaran Allah tetapi agama itu dapat hidup dan subur dengan pengikutnya yang banyak, sehingga jika dilihat sepintas lalu agama itulah yang benar dan diridhai Allah, sebaliknya agama Allah sendiri hanya dianut oleh mereka yang terhimpit kemiskinan serta tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun atau tertindas di dalam negerinya, seakan-akan agama itu bukanlah agama yang diridhai Allah. Semuanya itu belum memperoleh keadilan yang sebenarnya selama hidup di dunia. Karena itu di akhirat Allah akan memberikan keadilan yang sesungguhnya. Semuanya akan mendapat balasan sesuai dengan iman, amal, dan perbuatan yang telah dikerjakannya.
Menetapkan keputusan dengan adil dan melaksanakan keadilan bukanlah suatu mustahil bagi Allah, karena Allah Maha kuasa terhadap semua makhluk-Nya, Dia menyaksikan dan mengetahui segala perbuatan dan apa saja yang terjadi atas makhluk, baik yang nampak atau tidak nampak, yang besar atau yang kecil, bahkan Allah mengetahui segala yang tergores dalam hati.[6]
2.    Surah Yusuf:101
Éb>u ôs% ÓÍ_tF÷s?#uä z`ÏB Å7ù=ßJø9$# ÓÍ_tFôJ¯=tãur `ÏB È@ƒÍrù's? Ï]ƒÏŠ%tnF{$# 4 tÏÛ$sù ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur |MRr& ¾ÇcÍ<ur Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur ( ÓÍ_©ùuqs? $VJÎ=ó¡ãB ÓÍ_ø)Åsø9r&ur tûüÅsÎ=»¢Á9$$Î/ ÇÊÉÊÈ  
Artinya: Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (QS.Yusuf:101).
a.    Munasabah
Pada ayat yang lalu, Yusuf memuji Tuhannya atas karunia yang telah diberikan kepadanya, yaitu dibebaskannya dari penjara, dan dipertemukan kembali dengan kedua orang tua dan saudara-saudaranya yang lain sesudah berpisah beberapa waktu lamanya. Pada ayat berikut ini disebutkan pernyataan syukur Yusuf karena telah diberi ilmu menakwilkan mimpi dan do’anya agar diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah di dunia dan akhirat.
b.    Tafsir
Ayat ini adalah pernyataan dan do’a yang diucapkan Yusuf a.s sesudah Allah SWT menyelamatkannya dari dalam sumur, membebaskan dari fitnah istri Al-Aziz dan perempuan-perempuan lainnya, membebaskan dari penderitaan dalam penjara, menganugerahi pangkat dan kedudukan sesudah bebas dari semua tuduhan yang ditunjukan kepadanya. Yusuf segera berdo’a memohon kepada Allah SWT supaya  dilipatgandakan pahalanya di akhirat kelak sebagaimana dilipatgandakan karunia yang diterimanya di dunia. Yusuf berkata, “Ya Tuhanku, Engkau telah menganugerahkan kepadaku kedudukan dan kekuasaan, mengajarkan kepadaku takbir mimpi, dan memberitahukan kepadaku hal-hal yang akan terjadi dikemudian hari dan rahasia-rahasia yang terkandung di dalam wahyu-Mu. Ya Allah, Engkaulah pencipta langit dan bumi ini, menciptakan keduanya dengan baik dan teratur, kokoh dan rapi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, melindungiku dari maksud jahat orang-orang yang memusuhiku dan orang-orang yang ingin berbuat jahat kepadaku. Ya Allah Yang Maha Kuasa, wafatkanlah aku dalam keadaan islam, sesuai dengan wasiat leluhurku yang berbunyi:
4Óœ»urur !$pkÍ5 ÞO¿Ïdºtö/Î) ÏmÏ^t/ Ü>qà)÷ètƒur ¢ÓÍ_t6»tƒ ¨bÎ) ©!$# 4s"sÜô¹$# ãNä3s9 tûïÏe$!$# Ÿxsù £`è?qßJs? žwÎ) OçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÌËÈ    
Artinya: Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS.Al-Baqarah:132)
Yusuf melanjutkan do’anya dengan mengatakan, Ya Allah Ya Tuhanku, Masukkanlah aku ke dalam kelompok orang-orang yang saleh dari leluhur kami seperti Nabi Ibrahim, Ismail, Ishak, begitu pula dengan para Nabi dan Rasul sebelumnya. Engkaulah Maha pengasih, Maha Pemurah, dan Mahakuasa atas segala sesuatu.” [7]
C.   Ayat Menjelaskan tentang Ahli Kitab
1.    Ali Imran: 113-114
 (#qÝ¡øŠs9 [ä!#uqy 3 ô`ÏiB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# ×p¨Bé& ×pyJͬ!$s% tbqè=÷Gtƒ ÏM»tƒ#uä «!$# uä!$tR#uä È@ø©9$# öNèdur tbrßàfó¡o ÇÊÊÌÈ   šcqãYÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# šcrããBù'tƒur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ytƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# šcqãã̍»|¡çur Îû ÏNºuŽöyø9$# šÍ´¯»s9'ré&ur z`ÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$# ÇÊÊÍÈ   $tBur (#qè=yèøÿtƒ ô`ÏB 9Žöyz `n=sù çnrãxÿò6ム3 ª!$#ur 7OŠÎ=tæ šúüÉ)­FßJø9$$Î/ ÇÊÊÎÈ  
Artinya: (113) Mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan yang Berlaku lurus mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang).
(114) Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang Munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu Termasuk orang-orang yang saleh.
(115) Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, Maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menenerima pahala) nya; dan Allah Maha mengetahui orang-orang yang bertakwa.(Ali Imron:113-115)
a. Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu sudah di jelaskan sifat-sifat dan perbuatan –perbuatan buruk Ahli kitab (Yahudi) dan pembalasan yang akan di timpakan kepada mereka, maka pada ayat-ayat ini dijelaskan bahwa tidak semua sifat dan perbuatan Ahli kitab itu buruk, tetapi ada juga di antara mereka yang mempunyai sifat-sifat dan perbuatan yang baik.
b. Tafsir     
(113) Orang Yahudi adalah suatu kaum yang mempunyai sifat-sifat dan pebuatan buruk, antara lain mereka kafir kepada ayat-ayat Allah, membunuh para nabi tanpa alasan yang benar, tetapi mereka semua tidak ada diantara mereka yang tidak beriman, sekalipun kebanyakan di antarannya adalah orang-orang fasik. Abdullah bin Salam, Sa’labah bin Sa’ad, Usaid bin Ubaid dan kawan-kawannya adalah orang yahudi dari Ahli kitab yang menegakkan kebenaran dan keadilan, tidak menganiaya orang, memeluk agama islam dan tidak melanggar perintah-perintah Allah. Mereka membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan tekun dan penuh perhatian pada waktu malam yang dilewati dengan terbenamnya matahari dan diakhiri dengan terbitnya fajar, ketika orang tidur nyenyak, dan mereka juga sujud mengadakan hubungan langsung dengan Allah swt.
(114) Mereka beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat dengan dengan iman yang sunggug-sungguh, iman yang tidak dicampur dengan kemunafikan. Beriman kepada Allah berarti beriman kepada yang wajib diimani dan dipercayai, mencakup rukun iman seperti beriman kepada malaikat, para rasul, kitab-kitab samawi, qada dan qadar dan sebagainya. Beriman kepada hari akhirat, berarti menjauhi segala macam maksiat, karena yakin apabila mereka berbuat maksiat di dunia mereka di azab di hari kemudain dan mereka mengadakn kebajikan karena mengharapkan pahala dan keridaan Allah. Setelah mereka menyempurnakan diri dengan sifat-sifat dan amal perbuatan yang baik seperti tersebut di atas,mereka juga berusaha untuk menyelamatkan orang lain dari kesesatan, membimbing mereka kepada jalan kebaikan dengan amar ma’ruf, dan mencegah mereka dari perbuatan yang dilarang agama dengan jalan nahi munkar.
Selanjutnya mereka secara bersama-sama dan berlomba-berlomba mengadakan berbagai kebajikan, oleh karena mereka telah memiliki sifat-sifat mulia dan amal baik seperti tersebut,Allah memasukkan mereka kepada jalan yang saleh.
(115) Orang-orang Yahudi yang masih fasik senantiasa mengadakan provokasi kepada teman – temannya yang sudah beriman dan masuk isalm, bahwa mereka akan rugi dengan imannya itu.
Sebagai jawaban dan bantahan atas perbuatan buruk mereka itu, ditegaskan bahwa kebajikan apa saja yang telah dikerjakan oleh golongan mereka yang telah beriman, mereka tetap akan memperoleh pahala dari amal perbuatannya dan tidak akan dihilangi sedikit pun menerimannya.
Allah maha mengetahui orang-orang yang benar-benar beriman dan bertakwa di antara mereka, karenanya amal perbuatan mereka tidak akan disia-siakan tetapi akan diberi pahala yang berlipat ganda.[8]



2.    Surah Al-Maidah: 5
tPöquø9$# ¨@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6Íh©Ü9$# ( ãP$yèsÛur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# @@Ïm ö/ä3©9 öNä3ãB$yèsÛur @@Ïm öNçl°; ( àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB ÏM»oYÏB÷sßJø9$# àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNä3Î=ö6s% !#sŒÎ) £`èdqßJçF÷s?#uä £`èduqã_é& tûüÏYÅÁøtèC uŽöxî tûüÅsÏÿ»|¡ãB Ÿwur üÉÏ­GãB 5b#y÷{r& 3 `tBur öàÿõ3tƒ Ç`»uKƒM}$$Î/ ôs)sù xÝÎ6ym ¼ã&é#yJtã uqèdur Îû ÍotÅzFy$# z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»sƒø:$# ÇÎÈ     
Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.
a.    Munasabah
Setelah ayat yang lalu menerangkan tentang makanan yang diharamkan maka ayat ini menerangkan tentang makanan yang dihalalkan.
b.    Asbabun nuzul
Ayat ini diturunkan oleh sebab Adi bin Hatim dan Zaid bin Muhalil bertanya kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, kami ini orang yang suka berburu dengan anjing dan kadang-kadang anjing dapat menangkap sapi, keledai dan biri-biri. Sebagian ada yang bisa kami sembelih dan sebagian lagi langsung mati tidak sempat disembelih, sedangkan Allah telah mengharamkan makan bangkai, mana lagi yang dihalalkan untuk kami?” maka turunlah ayat ini.
c.    Tafsir
Kata طعام  tha’am makanan yang dimaksud oleh ayat di atas adalah sembelihan, karena sebelum ini telah ditegaskan hal-hal yang diharamkan, sehingga selainnya otomatis halal, baik sebelum maupun setelah dimiliki Ahl Kitab. Juga karena, sebelum ini terdapat uraian tentang penyembelihan dan perburuan, sehingga kedua hal inilah yang menjadi pokok masalah. Ada juga yang memahami kata makanan dalam arti buah-buahan, biji-bijian, dan semacamnya. Namun pendapat ini sangat lemah.
Kendati demikian, hendaknya perlu diingat bahwa tidak otomatis semua makanan Ahl-Kitab selain sembelihannya menjadi halal. Karena boleh jadi makanan yang mereka hidangkan, telah bercampur dengan bahan-bahan haram, misalnya minyak babi atau minuman keras, dan boleh jadi juga karena adanya bahan yang najis. Dalam konteks ini sayyid Muhammad Tanthawi, mantan Mufti Mesir dan pemimpin tertinggi Al-Azhar, menukil pendapat sementara ulama bermadzhab Malik yang mengharamkan keju dan sebangsanya yang diproduksi di negara non muslim, dengan alasan bahwa kenajisannya hampir dapat dipastikan. Namun setelah menukil pendapat ini, Tanthawi menegaskan bahwa bahwa mayoritas ulama tidak berpendapat demikian, dan bahwa memakan keju dan semacamnya yang diproduksi di negeri-negeri non-Muslim dapat dibenarkan, selama belum terbukti bahwa makanan tersebut telah bercampur dengan najis.
Berbeda-beda pendapat ulama tentang cakupan makna alladzina utu al-kitab. Setelah para ulama sepakat bahwa paling tidak mereka adalah penganut agama Yahudi dan Nasrani, mereka kemudian berbeda pendapat apakah penganut agama itu adalah generasi masa lalu dan keturunannya saja, atau termasuk para penganut kedua agama itu hingga kini, baik yang leluhurnya telah memeluknya maupun yang maupun yang beru memeluknya. Ada yang menolak menamai penganut Yahudi dan Nasrani dewasa ini sebagai Ahl-Kitab, bahkan meniadakan wujudnya dewasa ini, maka ada lagi ulama yang memperluas maknanya, sehingga memasukkan dalam pengertian utu al-kitab, semua penganut agama yang memiliki kitab suci atau semacam kitab suci sehingga dewasa ini. Syekh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha misalnya, menilai halal sembelihan penganut agama Budha dan Hindu.
Penegasan kata وطعامكم tha’amukum makanan kamu setelah sebelumnya ditegaskan kata  وطعامهم tha’amuhum makanan mereka (Ahl Kitab) adalah untuk menggarisbawahi bahwa dalam soal makanan dibenarkan hukum timbal balik, tetapi dalam pernikahan tidak ada timbal balik itu, dalam arti pria muslim dapat menikah dengan wanita Ahl-kitab, tetapi pria ahl-kitab tidak dibenarkan menikah dengan wanita muslimah.
Pendapat boleh tidaknya nikah dengan wanita Ahl-Kitab, tidak jauh berbeda dengan pendapat-pendapat tentang sembelihan mereka. Sementara ulama berpendapat bahwa walaupun ayat ini pada dasarnya telah membenarkan pernikahan pria muslim dengan wanita Ahl-kitab, tetapi ketentuan tersebut telah dibatalkan oleh firman Allah dalam surah Al-baqarah:221.[9]
3.    Al-Baqarah : 221
Ÿwur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sム4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 7px.ÎŽô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3 Ÿwur (#qßsÅ3Zè? tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sム4 Óö7yès9ur í`ÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 78ÎŽô³B öqs9ur öNä3t6yfôãr& 3 y7Í´¯»s9'ré& tbqããôtƒ n<Î) Í$¨Z9$# ( ª!$#ur (#þqããôtƒ n<Î) Ïp¨Yyfø9$# ÍotÏÿøóyJø9$#ur ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ ( ßûÎiüt7ãƒur ¾ÏmÏG»tƒ#uä Ĩ$¨Y=Ï9 öNßg¯=yès9 tbr㍩.xtGtƒ ÇËËÊÈ  
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS.Al-Baqarah:221)

a.    Munasabah
Pada ayat-ayat yang telah lalu dijelaskan larangan tentang minum khamr, berjudi, dan memakan harta anak yatim maka dalam ayat ini dijelaskan pula larangan mengenai perkawinan antara kaum muslimin dan orang-orang musyrik.
b.    Asbabun nuzul
Mengenai sebab turunnya ayat ini, oleh al-Wahidi diriwayatkan dari Ibnu ’Abbas r.a. sebagai berikut : “Rosulullah saw mengutus Marsad al-Ganawi pergi ke Makkah guna menjemput sejumlah kaum muslimin yang masih tertinggal  disana untuk hijrah ke Madinah. Kedatangan Marsad ke Makkah itu terdengar oleh seorang wanita musyrik bernama ‘Anaq, yaitu teman lama Marsad sejak zaman Jahiliyah. Dia adalah seorang perempuan yang cantik. Semenjak Marsad hijrah ke Makkah, mereka belum pernah berjumpa. Oleh sebab itu, setelah dia mendengar ke datangan Marsad ke Makkah,ia segera menemuinya. Setelah bertemu, maka ‘Anaq mengajak Marsad untuk kembali berkasih-kasihan dan bercumbuan seperti dahulu. Tetapi Marsad menolak dan menjawab,’’Islam telah memisahkan kita berdua, dan hukum Islam telah melarang kita untuk berbuat sesuatu yang tidak baik.’’Mendengar jawaban itu ‘Anaq berkata,”Masih ada jalan bagi kita, baiklah kita menikah saja.”Marsad menjawab,”Aku setuju, tetapi  aku lebih dahulu akan meminta persetujuan Rosulullah saw.’’Setelah kembali ke Madinah , Marsad melaporkan kepada Rosulullah hasil pekerjaan yang di tugaskan kepadanya, di samping itu di ceritakannya  pula tentang pertemuannya dangan ‘Anaq dan maksudnya untuk menikahinya. Ia bertanya kepada Rosulullah saw,”Halalkah bagiku untuk mengawininya, padahal ia masih musyrik?’’ Maka turunlah ayat ini sebagai jawaban atas pertanyaan itu. Peristiwa khusus ini hanya sekedar contoh, sedangkan hukumnya berlaku umum.[10]
Al-Wahidi meriwayatkan dari jalur As-Suddi dari Abu Malik dari Ibnu Abbbas, dia berkata: ayat ini turun pada Abdullah bin Rawahah, yang ketika itu memiliki seorang budak wanita berkulit hitam. Pada suatu hari dia marah kepada budaknya dan menamparnya. Kemudian dia mendatangi Nabi dan memberi tahu beliau tentang hal itu, lalu dia berkata, “sungguh saya akan memerdekannya dan menikahinya. Lalu dia melakukan apa yang dikatakannya itu. Melihat apa yang dilakukannya itu, sebagian orang muslim mencelanya. Mereka berkata, dia menikahi seorang budak wanita? Maka Allah menurunkan ayat 221 surah Al-Baqarah.[11]
c.    Tafsir
Firman-Nya:والمحصنات  wa al-muhshanat wanita-wanita yang menjaga kehormatan merupakan isyarat bahwa yang seharusnya dinikahi adalah wanita-wanita yang menjaga kehormatannya baik wanita mukminah maupun Ahl Kitab. Ada juga yang memahami kata tersebut ketika dirangkaikan dengan utu al-kitab dalam arti wanita-wanita merdeka. Memang kata itu dapat berarti merdeka, atau yang terpelihara kehormatannya, atau yang sudah nikah. Sekanjutnya didahulukanhya penyebutan wanita-wanita mukminah memberi isyarat bahwa mereka yang seharusnya didahulukan, karena betapapun, persamaan agama dan pandangan hidup sangat membantu melahirkan ketenangan, bahkan sangat menentukan kelanggengan rumah tangga.
Ditutupnya ayat di atas yang menghalalkan sembelihan Ahl-Kitab serta pernikahan pria muslim dengan wanita Yahudi dan Nasrani, dengan ancaman barang siapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya dan seterusnya, merupakan peringatan kepada setiap yang makan, dan atau merencanakan pernikahan dengan mereka, agar berhati-hati jangan sampai hal tersebut mengantar mereka kepada kekufuran, karena akibatnya adalah siksa akhirat nanti.
Di sisi lain, ditempatkannya ayat ini sesudah pernyataan keputusan orang-orang kafir dan sempurnanya agama islam, memberi isyarat bahwa dihalalkannya hal-hal tersebut antara lain karena umat islam telah memiliki kesempurnaan tuntutan agama dan karena orang-orang kafir sedemikian lemah, sehingga telah berputus asa untuk mengalahkan kaum muslimin atau memurtadkannya. Ini sekali lagi menunjukan bahwa izin tersebut bertujuan pula untuk menampakkan kesempurnaan islam serta keluhuran budi pekerti yang diajarkan dan diterapkan oleh suami terhadap para istri penganut Yahudi atau Kristen itu, tanpa harus memaksanya untuk memeluk agama Islam. Atas dasar keterangan di atas, maka sangat pada tempatnya jika dikatakan bahwa tidak dibenarkan menjalin hubungan pernikahan dengan wanita Ahl-Kitab bagi yang tidak mampu menampakkan kesempurnaan ajaran Islam, lebih-lebih yang diduga akan terpengaruh oleh ajaran non Islam, yang di anut oleh calon istri atau keluarga calon istrinya.[12]

D.  Bentuk interaksi muslim dengan non muslim
1.    Ta’aruf
Agama Islam adalah agama rahmat. Sebagaimana Al-Qur’an menyatakan bahwa Nabi saw. diutus sebagai rahmatan lil ’alamin.
Untuk mengejawantahkan cita-cita besar yaitu rahmatan lil ’alamin diperlukan kerjasama antara umat manusia tidak terbatas antar intern umat Islam tetapi dengan non muslim pun perlu dijalin demi cita-cita di atas.
Untuk mewujudkan persaudaraan antar pemeluk agama, Al-Quran telah memperkenalkan sebuah konsep yaitu ta’aruf. Seperti yang disebutkan dalam Al-Quran. Allah berfirman :
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4
 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.(Al-Hujurat: 13)
Ayat diatas dijadikan sebagai dasar atas eksistensi interaksi sosial antar sesama manusia, dimana sebelumnya telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan interaksi adalah aksi timbal balik.. Selanjutnya kata ta’aruf pentingnya untuk saling mengenal dan saling berinteraksi antar satu sama lain dalam hal umum, tetapi tidak dalam hal yang berhubungan dengan agama karena Allah telah membedakan diantara manusia yang dia cintai yaitu orang-orang yang beriman dan bertakwa kepadanya. Dengan kata lain, Allah telah memerintahkan hambanya untuk saling menghargai dan saling menghormati dalam urusan-urusan sosial kemasyarakatan. Jika hal ini dikaitkan dengan aktifitas keagamaan, maka hal tersebut telah dijelaskan oleh Al-Quran tentang sistem dalam beragama. Allah berfirman :
ö/ä3s9 ö/ä3ãYƒÏŠ uÍ<ur ÈûïÏŠ ÇÏÈ  
Artinya : Untukmulah agamamu dan untukulah agamaku (Al-Kafirun:6)
Dalam al-Quran juga menganjurkan agar mencari titik-singgung dan titik-temu antar pemeluk agama. Bahwa Al-Quran menganjurkan agar dalam interaksi  sosial, bila tidak ditemukan persamaan hendaknya  masing-masing  mengakui  keberadaan pihak lain, dan tidak perlu saling menyalahkan.
2.      Muamalah yang setimpal
Sejarah telah mencatat bagaimana interaksi sosial dan muamalah dengan orang-orang non muslim yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Rasulullah saw. sendiri pernah menerima hadiah dari raja/kepala suku kafir. Bahkan Rasul pun pernah memberi hadiah kepada mereka. Dalam urusan muamalah, Rasulullah saw. selalu berbuat ihsan.Rasulullah saw. pun pernah bertransaksi dengan seorang yahudi. Sebagaimana riwayat berikut ini :
Dari Aisyah r.a. (ia berkata): “Sesungguhnya Nabi saw. telah membeli makanan dari seorang Yahudi buat dibayar disatu waktu, dengan menggadaikan (memberikan jaminan) baju besi kepadanya.
Untuk keperluan makanan keluarganya, suatu hari Rasulullah saw. meminjam tiga puluh sha’ gandum kepada seorang Yahudi dari suku Aus yang bernama Abu Syahmi. Dalam satu riwayat si Yahudi tersebut menagih utang gandum tersebut kepada Rasul dan Rasulullah saw. memberikan baju besinya sebagai jaminan bagi utangnya. Dalam riwayat lain baju besi Nabi tersebut masih tergadai sampai beliau meninggal dan akhirnya Abu Bakar menebusnya dan diberikan kepada Ali bin Abi Thalib.
Berdasarkan riwayat ini, barangkali kita bertanya-tanya mengapa Rasulullah saw. tidak meminjam bahkan meminta kepada para sahabatnya? Atas pertanyaan ini Imam Nawawi memberikan beberapa alternatif jawaban yaitu: Rasulullah saw. berbuat demikian sebagai bayan (penjelasan) atas bolehnya bermuamalah dengan Yahudi. Tidak ada makanan yang baik yang dibutuhkan oleh keluarganya kecuali ada pada si Yahudi itu. Para sahabat tidak akan berani mengambil jaminan dan menghargakannya. Oleh sebab itu, Rasul bertransaksi dengan Yahudi supaya tidak menyulitkan para sahabatnya.
Ada poin-poin pelajaran dan pensyariatan yang ingin disampaikan oleh Rasulullah saw yaitu tolong menolong tidak hanya dapat dilakukan dengan sesama muslim tetapi dengan non muslim pun bisa dilakukan tetapi tentunya memiliki batasan-batasan syari’at/agama.
Imam Bukhori menempatkan hadis di atas di dalam pokok bahasan jual beli, jaminan, salam (pesanan), dan utang piutang, begitu juga imam-imam ahli hadis ternama mayoritas mereka menempatkan teks hadis di atas pada pokok bahasan muamalah. Menurut Abdul Kadir Hasan, dalam urusan mu’amalah agama Islam tidak memberi batasan-batasan tertentu, hanya agama melarang dalam kejadian-kejadian yang tetap, yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak baik, seperti menipu, memberatkan orang, memaksa dan menyusahkan orang.
Menurut Imam Nawawi dalam hadis di atas terdapat hukum diperbolehkannya muamalah dengan non muslim dan hukum tetapnya kepemilikan mereka terhadap harta benda mereka. Imam as Syaukany berpendapat bahwa hadis di atas merupakan dalil atau petunjuk atas: pertama, disyariatkannya jaminan dalam utang piutang baik di waktu perjalanan ataupun di tempat sendiri. Kedua, dengan jelas hadis ini membolehkan kita kerjasama dengan non muslim sepanjang barang yang dipakai muamalah itu tidak haram.
Jadi, yang dimaksudkan dengan interaksi sosial menurut Al-Quran adalah sikap saling mengahargai dan saling menghormati dalam urusan-urusan sosial kemasyarakatan atau dalam bidang muamalah.[13]
3.      Menghormati Agama-agama lain
Agama menuntut pengorbanan apa pun dari pemeluknya demi mempertahankan kelestariannya. Namun demikian, Islam tidak hanya bertujuan mempertahankan eksistensinya sebagai agama, tetapi juga mengakui eksistensi agama-agama lain dan menghormati pemeluk-pemeluk agama lain.
Ÿwur (#q7Ý¡n@ šúïÏ%©!$# tbqããôtƒ `ÏB Èbrߊ «!$#
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah (Al-An’am:108)
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# (  
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); (Al-Baqarah:256)

4.    Berbuat adil dengan non muslim dan menahan diri dari gangguan mereka.
Islam membiarkan orang non muslim untuk hidup berdampingan dengan Muslim, selama tidak memusuhi dan memerangi kaum Muslim.
Non muslim yang hidup dalam daulah Islamiyyah, mendapatkan perlakuan dan hak yang sama dengan kaum Muslim. Harta dan darah mereka terjaga sebagaimana terjaganya darah dan harta kaum Muslim. Dan walaupun berbeda agama maka kita  saling mengasihi dengan rohmah insaniyah.[14]

IV.   ANALISIS
Dari pemaparan makalah di atas kami menganalisis mengenai semua agama orang beriman, Yahudi, Sabi’in, Nasrani, Majusi, dan Musyrik, akan diberi keputusan yang adil oleh Allah pada hari kiamat, siapa yang benar-benar mengikuti Allah dan Rasul-Nya selama hidup di dunia, dan siapa pula yang mengada-ngada sesuatu dalam agama Allah dan siapa pula yang mengingkari agama Allah.
Masing-masing umat beragama mengakui kebenaran agama yang dianutnya. Sehingga mengelakan kebenaran agama yang lain. Tapi dihadapan Allah hanya satu yaitu mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang beriman kepada yang diajarkan Nabi Muhammad Saw, yaitu beriman kepada Allah, malaikatNya, Rasul-Nya, hari kiamat dan kepada adanya kadar baik dan kadar buruk. Maka disini terlihat bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah agama islam. Agama islam adalah agama yang mengemban misi keselamatan dunia akhirat, kesejahteraan dan kemakmuran lahir batin bagi seluruh umat manusia dengan cara menunjukan kepatuhan, ketundukan kepada Tuhan, dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Oleh karena itu, kita sebagai orang islam harus mampu meningkatkan keimanan dan mempertahankan agama yang kita anut. Akan tetapi kita harus tahu akan toleransi beragama dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk system. Konsep toleransi yang ditawarkan Islam sangatlah rasional dan praktis serta tidak berbelit-belit. Namun, dalam hubungannya dengan keyakinan (akidah) dan ibadah, umat Islam tidak mengenal kata kompromi. Ini berarti keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka, begitupun dengan tata cara ibadahnya.
V.      KESIMPULAN
Dari makalah tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang agama dapat disimpulkan bahwa Agama berarti penghambaan kepada Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, Zat yang kepada-Nyalah segala apa yang ada di langit dan di bumi berserah diri. Agama Islam adalah agama yang mengemban misi keselamatan dunia akhirat, kesejahteraan dan kemakmuran lahir batin bagi seluruh umat manusia dengan cara menunjukan kepatuhan, ketundukan kepada Tuhan, dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Allah menghalalkan sembelihan Ahl-kitab serta pernikahan pria muslim dengan Yahudi dan Nashrani, maka Allah mengancam “barang siapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya. Ini merupakan peringatan kepada setiap yang beriman agar berhati-hati dalam menjalani hubungan dengan Ahl-Kitab. Jangan sampai hubungan tersebut mengantarkan beriman pada kekufuran.
Interaksi antara muslim dengan non muslim menurut Al-Quran diantaranya yaitu sikap saling mengahargai dan saling menghormati dalam urusan-urusan sosial kemasyarakatan atau dalam bidang muamalah.
VI.   PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat. Kami memohon maaf apabila di dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah milik-Nya, dan kami hanyalah manusia yang tidak pernah luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan demi kemashlahatan kita semua. Dan semoga bisa mengambil hikmahnya.


[1] M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Pt.Mizan Pustaka, 2007), hlm.324
[2] Zaky Mubarok, Akidah Islam, (Yogyakarta:UII Press Yogyakarta, cet ke 2, 2001), hlm.45-47
[3] Gudangmakalahmu.blogspot.com/../makalah-ayat agama, (Saturday 09.00)
[5] Zaky Mubarok, Akidah Islam, (Yogyakarta:UII Press Yogyakarta, cet ke 2, 2001), hal.58-67
[6] Departemen Agama Ri, AL-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Lentera Abadi, 2010), hlm 371-373.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Lentera Abadi, jilid I, 2010),hlm 44-45.
[8] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, jilid II, 2010), hlm.23-25
[9] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Tangerang:Lentara Hati,2002), hlm 30-31

[10] Depatemen Agama RI, AL-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Lentera Abadi, jilid I, 2010), hlm.327
[11]Jalaluddin as-Suyuti, Lubabun Nuquul fii Asbabin Nuzuul, (Depok: Gema Insani,2008) hlm.92
[12] M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah, (Tangerang: Lentara Hati,2002), hlm 28-32
[13] Uin.suka.ac.id/6885/1/bab 201.V.df, (Wednesday at 08.45)

[14] M.Quraish Shihab, Wawasan AL-Qur’an, (Bandung: PT. Pustaka Setia, cet  XVII, 2006), hlm.379-381