AYAT-AYAT Al-QUR’AN TENTANG AGAMA DAN ANTAR AGAMA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah: Tafsir
Dosen Pengampu : Nadhifah,
M.S.I
Disusun Oleh :
Min Khatul Maula 123311026
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Tidak mudah
mendefinisikan agama, apalagi di dunia ini kita menemukan kenyataan bahwa agama
amat beragam. Agama merupakan kebutuhan paling esensial manusia yang bersifat
universal.
Pandangan
seseorang terhadap agama, ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama
itu sendiri. Dalam pandangan pakar islam, agama yang diwahyukan Tuhan, benihnya
muncul dari pengenalan dan pengalaman manusia pertama pentas di bumi. Di sini
menemukan tiga hal, yaitu keindahan, kebenaran, dan kebaikan. Gabungan
ketiganya dinamai suci. Manusia ingin mengetahui siapa yang menciptakan atau
siapa yang Maha suci, dan ketika itulah menemukan Tuhan, dan sejak itu pula
berusaha berhubungan dengan-Nya bahkan meneladani sifat-sifat-Nya. Usaha itulah
yang dinamai beragama atau dengan kata lain, keberagaman adalah terpatrinya
rasa kesucian dalam jiwa seseorang. Karena itu seseorang yang beragama akan
selalu berusaha untuk mencari dan mendapatkan yang benar, yang baik, lagi yang
indah.
Jadi, kita
sebagai orang islam yang berpegang teguh pada kitab suci al-Qur’an, maka sudah
sepantasnya kita mengetahui berbagai macam agama dan hubungan antar agama melalui
penjelasan tafsir ayat-ayat al-Quran dalam makalah ini.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apa
yang dimaksud dengan Agama dan Islam?
B.
Apa
saja ayat yang menjelaskan tentang Agama?
C.
Apa
saja ayat yang menjelaskan tentang Ahl Kitab?
D.
Bagaimana
bentuk interaksi sosial muslim dengan non muslim?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Agama dan Islam
1.
Pengertian Agama
Menurut
Syaltut menyatakan bahwa agama adalah ketetapan-ketetapan Illahi yang
diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia.
Menurut
guru besar Al-Azhar agama adalah hubungan antara dua pihak dimana yang pertama
mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada yang kedua jadi dapat disimpulkan
hubungan makhluk dengan Khaliq-Nya.[1]
Agama
berasal dari bahasa sansekerta, yaitu berasal dari A berarti “tidak”, dan Gama
berarti “kacau”. Jadi, kata agama berarti “tidak kacau” atau “teratur”. Dengan
demikian, agama adalah aturan yang mengatur manusia agar kehidupannya menjadi
teratur dan tidak kacau.
Dalam
Al-Qur’an atau hadits Nabi, agama disebut dengan kata diin atau millah atau
syari’ah. Kata Diin atau ad-din artinya pembalasan, adat kebiasaan, peraturan ,
hari pembalasan, atau hari kiamat. Sedangkan kata millah berarti undang-undang
atau peraturan. Kata syari’ah berarti jalan yang harus dilalui atau hukum.[2]
Agama yang
benar adalah menyerahkan diri dan ikhlas kepada Allah. Semua nabi bersikap
loyal, dan mereka telah mengambil perjanjian tentang itu kepada masing-masing
umatnya.
Allah mengingkari
orang yang mencari agama selain agama Allah, Dia menurunkan kitab-kitab dan
mengutus para Rasul-Nya. Agama berarti penghambaan kepada Allah Yang Esa, tiada
sekutu bagi-Nya, Zat yang kepada-Nyalah segala apa yang ada di langit dan di
bumi berserah diri.
Dan hanya
kepada Allah tempat kembali orang yang mengambil agama selain Islam, yakni
orang-orang Yahudi, Nasrani, dan lain-lainnya. Ketika itu, mereka akan
mendapatkan balasan atas kejelekan mereka, meninggalkan agama yang haq.[3]
2.
Pengertian Islam
Islam
berasal dari bahasa arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, atau asalama,
yuslimu, islaman yang berarti merendahkan diri, tunduk, taat. Secara istilah Islam
adalah agama yang diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang Rasul.[4]
Dalam Al-Qur’an
Allah telah menegaskan tentang kebenaran Islam sebagai agama bagi seluruh umat
manusia, antara lain tersebut dalam surat Ali Imran:83 yang artinya:
Maka Apakah mereka mencari agama
yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya lah menyerahkan diri segala apa
yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada
Allahlah mereka dikembalikan. (QS. Ali Imran: 83)
Ali Imron :19
¨bÎ) úïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3
Artinya: Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.
Dari pengertian secara vertikal
Islam mengajarkan agar manusia tunduk, patuh, dan menyerahkan diri kepada
hukum-hukum Allah, dan secara horizontal Islam mengatur bagaimana seharusnya
manusia melakukan hubungan pergaulan antar sesamanya yang saling menyelamatkan,
dan dalam hubungan dengan dirinya, bagaimana ia dapat hidup damai, tentram,
bahagia lahir batin di dunia dan di akhirat.[5]
B.
Ayat-ayat yang menjelaskan Agama
1.
Surah
Al-Hajj: 17
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$#ur (#rß$yd tûüÏ«Î7»¢Á9$#ur 3t»|Á¨Y9$#ur }¨qàfyJø9$#ur tûïÏ%©!$#ur (#þqà2uõ°r& ¨bÎ) ©!$# ã@ÅÁøÿt óOßgoY÷t/ tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« îÍky ÇÊÐÈ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang
Yahudi, orang-orang Shaabi-iin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan
orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari
kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
a.
Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan bahwa Allah pasti menolong
Nabi dan kaum kaum muslimin yang berjuang menyebarkan dakwah Islam, maka pada
ayat berikut ini diterangkan siapa yang dihinakan Allah dan siapa yang
dimuliakan Allah.
b.
Tafsir
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa semua orang beriman, Yahudi,
Sabi’in, Nasrani, Majusi, dan Musyrik, akan diberi keputusan yang adil oleh
Allah pada hari kiamat.
Orang-orang yang beriman dalam ayat ini ialah orang-orang yang
beriman kepada yang diajarkan Nabi Muhammad Saw, yaitu beriman kepada Allah,
malaikat-Nya, Rasul-Nya, hari kiamat dan kepada adanya kadar baik dan kadar
buruk. Yang dimaksud dengan orang-orang Yahudi adalah anak cucu Nabi Ya’kub a.s
yang berkembangbiak di Mesir kemudian dibawa kembali oleh Nabi Musa ke
Palestina. Mereka adalah pengikut Nabi Musa dan ajaran-ajarannya yang termuat
dalam kitab Taurat. Sabi’in adalah ialah orang-orang yang mengakui keesaan
Allah tetapi bukan mukmin, bukan Yahudi bukan pula Nasrani. Orang-orang Nasrani
adalah pengikut-pengikut Nabi Isa a.s dengan dengan kitab suci mereka Injil.
Dan mereka yang syirik adalah yang menyembah selain Allah. Terhadap semua
golongan diatas Allah akan memberikan keputusan dengan adil di hari kiamat,
siapa yang benar-benar mengikuti Allah dan Rasul-Nya selama hidupnya dan siapa
pula yang mengada-ada dalam agama Allah dan siapa pula yang mengingkari agama
Allah.
Keadilan yang sebenarnya belum didapat lagi oleh manusia
selama hidup didunia yang fana ini. Betapa banyak orang yang dengan kehendak
hatinya mengubah-ubah agama Allah lalu dipaksakannya agama itu agar diikuti
oleh orang lain. Betapa banyaknya agama-agama yang menyimpang dari ajaran Allah
tetapi agama itu dapat hidup dan subur dengan pengikutnya yang banyak, sehingga
jika dilihat sepintas lalu agama itulah yang benar dan diridhai Allah, sebaliknya
agama Allah sendiri hanya dianut oleh mereka yang terhimpit kemiskinan serta
tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun atau tertindas di dalam negerinya,
seakan-akan agama itu bukanlah agama yang
diridhai Allah. Semuanya itu belum memperoleh keadilan yang sebenarnya selama
hidup di dunia. Karena itu di akhirat Allah akan memberikan keadilan yang
sesungguhnya. Semuanya akan mendapat balasan sesuai dengan iman, amal, dan
perbuatan yang telah dikerjakannya.
Menetapkan keputusan dengan adil dan melaksanakan keadilan bukanlah
suatu mustahil bagi Allah, karena Allah Maha kuasa terhadap semua makhluk-Nya,
Dia menyaksikan dan mengetahui segala perbuatan dan apa saja yang terjadi atas
makhluk, baik yang nampak atau tidak nampak, yang besar atau yang kecil, bahkan
Allah mengetahui segala yang tergores dalam hati.[6]
2.
Surah
Yusuf:101
Éb>u ôs% ÓÍ_tF÷s?#uä z`ÏB Å7ù=ßJø9$# ÓÍ_tFôJ¯=tãur `ÏB È@Írù's? Ï]Ï%tnF{$# 4 tÏÛ$sù ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur |MRr& ¾ÇcÍ<ur Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur ( ÓÍ_©ùuqs? $VJÎ=ó¡ãB ÓÍ_ø)Åsø9r&ur tûüÅsÎ=»¢Á9$$Î/ ÇÊÉÊÈ
Artinya: Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan
kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir
mimpi. (ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan
di akhirat, wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang saleh.
(QS.Yusuf:101).
a.
Munasabah
Pada ayat yang lalu, Yusuf memuji Tuhannya atas karunia yang telah
diberikan kepadanya, yaitu dibebaskannya dari penjara, dan dipertemukan kembali
dengan kedua orang tua dan saudara-saudaranya yang lain sesudah berpisah
beberapa waktu lamanya. Pada ayat berikut ini disebutkan pernyataan syukur
Yusuf karena telah diberi ilmu menakwilkan mimpi dan do’anya agar diwafatkan
dalam keadaan husnul khatimah di dunia dan akhirat.
b.
Tafsir
Ayat
ini adalah pernyataan dan do’a yang diucapkan Yusuf a.s sesudah Allah SWT
menyelamatkannya dari dalam sumur, membebaskan dari fitnah istri Al-Aziz dan
perempuan-perempuan lainnya, membebaskan dari penderitaan dalam penjara,
menganugerahi pangkat dan kedudukan sesudah bebas dari semua tuduhan yang
ditunjukan kepadanya. Yusuf segera berdo’a memohon kepada Allah SWT supaya dilipatgandakan pahalanya di akhirat kelak sebagaimana
dilipatgandakan karunia yang diterimanya di dunia. Yusuf berkata, “Ya Tuhanku,
Engkau telah menganugerahkan kepadaku kedudukan dan kekuasaan, mengajarkan
kepadaku takbir mimpi, dan memberitahukan kepadaku hal-hal yang akan terjadi
dikemudian hari dan rahasia-rahasia yang terkandung di dalam wahyu-Mu. Ya
Allah, Engkaulah pencipta langit dan bumi ini, menciptakan keduanya dengan baik
dan teratur, kokoh dan rapi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat,
melindungiku dari maksud jahat orang-orang yang memusuhiku dan orang-orang yang
ingin berbuat jahat kepadaku. Ya Allah Yang Maha Kuasa, wafatkanlah aku dalam
keadaan islam, sesuai dengan wasiat leluhurku yang berbunyi:
4Ó»urur !$pkÍ5 ÞO¿Ïdºtö/Î) ÏmÏ^t/ Ü>qà)÷ètur ¢ÓÍ_t6»t ¨bÎ) ©!$# 4s"sÜô¹$# ãNä3s9 tûïÏe$!$# xsù £`è?qßJs? wÎ) OçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÌËÈ
Artinya: Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati
kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS.Al-Baqarah:132)
Yusuf
melanjutkan do’anya dengan mengatakan, Ya Allah Ya Tuhanku, Masukkanlah aku ke
dalam kelompok orang-orang yang saleh dari leluhur kami seperti Nabi Ibrahim,
Ismail, Ishak, begitu pula dengan para Nabi dan Rasul sebelumnya. Engkaulah
Maha pengasih, Maha Pemurah, dan Mahakuasa atas segala sesuatu.” [7]
C.
Ayat
Menjelaskan tentang Ahli Kitab
1.
Ali Imran:
113-114
(#qÝ¡øs9 [ä!#uqy 3 ô`ÏiB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# ×p¨Bé& ×pyJͬ!$s% tbqè=÷Gt ÏM»t#uä «!$# uä!$tR#uä È@ø©9$# öNèdur tbrßàfó¡o ÇÊÊÌÈ cqãYÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# crããBù'tur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ytur Ç`tã Ìs3YßJø9$# cqããÌ»|¡çur Îû ÏNºuöyø9$# Í´¯»s9'ré&ur z`ÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$# ÇÊÊÍÈ $tBur (#qè=yèøÿt ô`ÏB 9öyz `n=sù çnrãxÿò6ã 3 ª!$#ur 7OÎ=tæ úüÉ)FßJø9$$Î/ ÇÊÊÎÈ
Artinya: (113) Mereka
itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan yang Berlaku lurus mereka
membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga
bersujud (sembahyang).
(114) Mereka beriman
kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang Munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai
kebajikan; mereka itu Termasuk orang-orang yang saleh.
(115) Dan apa saja
kebajikan yang mereka kerjakan, Maka sekali-kali mereka tidak dihalangi
(menenerima pahala) nya; dan Allah Maha mengetahui orang-orang yang bertakwa.(Ali
Imron:113-115)
a.
Munasabah
Pada
ayat-ayat yang lalu sudah di jelaskan sifat-sifat dan perbuatan –perbuatan
buruk Ahli kitab (Yahudi) dan pembalasan yang akan di timpakan kepada mereka,
maka pada ayat-ayat ini dijelaskan bahwa tidak semua sifat dan perbuatan Ahli
kitab itu buruk, tetapi ada juga di antara mereka yang mempunyai sifat-sifat
dan perbuatan yang baik.
b. Tafsir
(113) Orang
Yahudi adalah suatu kaum yang mempunyai sifat-sifat dan pebuatan buruk, antara
lain mereka kafir kepada ayat-ayat Allah, membunuh para nabi tanpa alasan yang
benar, tetapi mereka semua tidak ada diantara mereka yang tidak beriman,
sekalipun kebanyakan di antarannya adalah orang-orang fasik. Abdullah bin
Salam, Sa’labah bin Sa’ad, Usaid bin Ubaid dan kawan-kawannya adalah orang
yahudi dari Ahli kitab yang menegakkan kebenaran dan keadilan, tidak menganiaya
orang, memeluk agama islam dan tidak melanggar perintah-perintah Allah. Mereka
membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan tekun dan penuh perhatian pada waktu malam
yang dilewati dengan terbenamnya matahari dan diakhiri dengan terbitnya fajar,
ketika orang tidur nyenyak, dan mereka juga sujud mengadakan hubungan langsung
dengan Allah swt.
(114) Mereka
beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat dengan dengan iman yang
sunggug-sungguh, iman yang tidak dicampur dengan kemunafikan. Beriman kepada
Allah berarti beriman kepada yang wajib diimani dan dipercayai, mencakup rukun
iman seperti beriman kepada malaikat, para rasul, kitab-kitab samawi, qada
dan qadar dan sebagainya. Beriman kepada hari akhirat, berarti menjauhi
segala macam maksiat, karena yakin apabila mereka berbuat maksiat di dunia
mereka di azab di hari kemudain dan mereka mengadakn kebajikan karena
mengharapkan pahala dan keridaan Allah. Setelah mereka menyempurnakan diri
dengan sifat-sifat dan amal perbuatan yang baik seperti tersebut di atas,mereka
juga berusaha untuk menyelamatkan orang lain dari kesesatan, membimbing mereka
kepada jalan kebaikan dengan amar ma’ruf, dan mencegah mereka dari perbuatan
yang dilarang agama dengan jalan nahi munkar.
Selanjutnya
mereka secara bersama-sama dan berlomba-berlomba mengadakan berbagai kebajikan,
oleh karena mereka telah memiliki sifat-sifat mulia dan amal baik seperti
tersebut,Allah memasukkan mereka kepada jalan yang saleh.
(115)
Orang-orang Yahudi yang masih fasik senantiasa mengadakan provokasi kepada
teman – temannya yang sudah beriman dan masuk isalm, bahwa mereka akan rugi
dengan imannya itu.
Sebagai jawaban
dan bantahan atas perbuatan buruk mereka itu, ditegaskan bahwa kebajikan apa
saja yang telah dikerjakan oleh golongan mereka yang telah beriman, mereka
tetap akan memperoleh pahala dari amal perbuatannya dan tidak akan dihilangi
sedikit pun menerimannya.
Allah maha mengetahui orang-orang yang benar-benar beriman dan bertakwa
di antara mereka, karenanya amal perbuatan mereka tidak akan disia-siakan tetapi akan diberi pahala yang berlipat ganda.[8]
2.
Surah
Al-Maidah: 5
tPöquø9$# ¨@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6Íh©Ü9$# ( ãP$yèsÛur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# @@Ïm ö/ä3©9 öNä3ãB$yèsÛur @@Ïm öNçl°; ( àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB ÏM»oYÏB÷sßJø9$# àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNä3Î=ö6s% !#sÎ) £`èdqßJçF÷s?#uä £`èduqã_é& tûüÏYÅÁøtèC uöxî tûüÅsÏÿ»|¡ãB wur üÉÏGãB 5b#y÷{r& 3 `tBur öàÿõ3t Ç`»uKM}$$Î/ ôs)sù xÝÎ6ym ¼ã&é#yJtã uqèdur Îû ÍotÅzFy$# z`ÏB z`ÎÅ£»sø:$# ÇÎÈ
Pada
hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang
yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi
mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara
wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak
menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat
Termasuk orang-orang merugi.
a. Munasabah
Setelah ayat yang lalu menerangkan tentang makanan yang diharamkan maka
ayat ini menerangkan tentang makanan yang dihalalkan.
b.
Asbabun
nuzul
Ayat ini diturunkan oleh sebab Adi bin Hatim dan Zaid bin Muhalil
bertanya kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, kami ini orang yang suka berburu
dengan anjing dan kadang-kadang anjing dapat menangkap sapi, keledai dan
biri-biri. Sebagian ada yang bisa kami sembelih dan sebagian lagi langsung mati
tidak sempat disembelih, sedangkan Allah telah mengharamkan makan bangkai, mana
lagi yang dihalalkan untuk kami?” maka turunlah ayat ini.
c.
Tafsir
Kata طعام tha’am
makanan yang dimaksud oleh ayat di atas adalah sembelihan, karena sebelum
ini telah ditegaskan hal-hal yang diharamkan, sehingga selainnya otomatis
halal, baik sebelum maupun setelah dimiliki Ahl Kitab. Juga karena, sebelum ini
terdapat uraian tentang penyembelihan dan perburuan, sehingga kedua hal inilah
yang menjadi pokok masalah. Ada juga yang memahami kata makanan dalam arti
buah-buahan, biji-bijian, dan semacamnya. Namun pendapat ini sangat lemah.
Kendati demikian, hendaknya perlu diingat bahwa tidak otomatis
semua makanan Ahl-Kitab selain sembelihannya menjadi halal. Karena boleh jadi
makanan yang mereka hidangkan, telah bercampur dengan bahan-bahan haram,
misalnya minyak babi atau minuman keras, dan boleh jadi juga karena adanya
bahan yang najis. Dalam konteks ini sayyid Muhammad Tanthawi, mantan Mufti
Mesir dan pemimpin tertinggi Al-Azhar, menukil pendapat sementara ulama
bermadzhab Malik yang mengharamkan keju dan sebangsanya yang diproduksi di
negara non muslim, dengan alasan bahwa kenajisannya hampir dapat dipastikan.
Namun setelah menukil pendapat ini, Tanthawi menegaskan bahwa bahwa mayoritas
ulama tidak berpendapat demikian, dan bahwa memakan keju dan semacamnya yang
diproduksi di negeri-negeri non-Muslim dapat dibenarkan, selama belum terbukti
bahwa makanan tersebut telah bercampur dengan najis.
Berbeda-beda pendapat ulama tentang cakupan makna alladzina utu
al-kitab. Setelah para ulama sepakat bahwa paling tidak mereka adalah penganut
agama Yahudi dan Nasrani, mereka kemudian berbeda pendapat apakah penganut
agama itu adalah generasi masa lalu dan keturunannya saja, atau termasuk para
penganut kedua agama itu hingga kini, baik yang leluhurnya telah memeluknya
maupun yang maupun yang beru memeluknya. Ada yang menolak menamai penganut
Yahudi dan Nasrani dewasa ini sebagai Ahl-Kitab, bahkan meniadakan wujudnya
dewasa ini, maka ada lagi ulama yang memperluas maknanya, sehingga memasukkan
dalam pengertian utu al-kitab, semua penganut agama yang memiliki kitab suci
atau semacam kitab suci sehingga dewasa ini. Syekh Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha misalnya, menilai halal sembelihan penganut agama Budha dan Hindu.
Penegasan kata وطعامكم tha’amukum makanan kamu setelah sebelumnya
ditegaskan kata وطعامهم tha’amuhum makanan mereka (Ahl
Kitab) adalah untuk menggarisbawahi bahwa dalam soal makanan dibenarkan hukum
timbal balik, tetapi dalam pernikahan tidak ada timbal balik itu, dalam arti
pria muslim dapat menikah dengan wanita Ahl-kitab, tetapi pria ahl-kitab tidak
dibenarkan menikah dengan wanita muslimah.
Pendapat boleh tidaknya nikah dengan wanita Ahl-Kitab, tidak jauh
berbeda dengan pendapat-pendapat tentang sembelihan mereka. Sementara ulama
berpendapat bahwa walaupun ayat ini pada dasarnya telah membenarkan pernikahan
pria muslim dengan wanita Ahl-kitab, tetapi ketentuan tersebut telah dibatalkan
oleh firman Allah dalam surah Al-baqarah:221.[9]
3.
Al-Baqarah
: 221
wur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.Îô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sã 4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ×öyz `ÏiB 7px.Îô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3 wur (#qßsÅ3Zè? tûüÏ.Îô³ßJø9$# 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sã 4 Óö7yès9ur í`ÏB÷sB ×öyz `ÏiB 78Îô³B öqs9ur öNä3t6yfôãr& 3 y7Í´¯»s9'ré& tbqããôt n<Î) Í$¨Z9$# ( ª!$#ur (#þqããôt n<Î) Ïp¨Yyfø9$# ÍotÏÿøóyJø9$#ur ¾ÏmÏRøÎ*Î/ ( ßûÎiüt7ãur ¾ÏmÏG»t#uä Ĩ$¨Y=Ï9 öNßg¯=yès9 tbrã©.xtGt ÇËËÊÈ
Artinya:
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin
lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran. (QS.Al-Baqarah:221)
a. Munasabah
Pada
ayat-ayat yang telah lalu dijelaskan larangan tentang minum khamr, berjudi, dan
memakan harta anak yatim maka dalam ayat ini dijelaskan pula larangan mengenai
perkawinan antara kaum muslimin dan orang-orang musyrik.
b. Asbabun nuzul
Mengenai
sebab turunnya ayat ini, oleh al-Wahidi diriwayatkan dari Ibnu ’Abbas r.a.
sebagai berikut : “Rosulullah saw mengutus Marsad al-Ganawi pergi ke Makkah
guna menjemput sejumlah kaum muslimin yang masih tertinggal disana untuk hijrah ke Madinah. Kedatangan
Marsad ke Makkah itu terdengar oleh seorang wanita musyrik bernama ‘Anaq, yaitu
teman lama Marsad sejak zaman Jahiliyah. Dia adalah seorang perempuan yang
cantik. Semenjak Marsad hijrah ke Makkah, mereka belum pernah berjumpa. Oleh
sebab itu, setelah dia mendengar ke datangan Marsad ke Makkah,ia segera
menemuinya. Setelah bertemu, maka ‘Anaq mengajak Marsad untuk kembali
berkasih-kasihan dan bercumbuan seperti dahulu. Tetapi Marsad menolak dan
menjawab,’’Islam telah memisahkan kita berdua, dan hukum Islam telah melarang
kita untuk berbuat sesuatu yang tidak baik.’’Mendengar jawaban itu ‘Anaq
berkata,”Masih ada jalan bagi kita, baiklah kita menikah saja.”Marsad
menjawab,”Aku setuju, tetapi aku lebih
dahulu akan meminta persetujuan Rosulullah saw.’’Setelah kembali ke Madinah , Marsad
melaporkan kepada Rosulullah hasil pekerjaan yang di tugaskan kepadanya, di
samping itu di ceritakannya pula tentang
pertemuannya dangan ‘Anaq dan maksudnya untuk menikahinya. Ia bertanya kepada
Rosulullah saw,”Halalkah bagiku untuk mengawininya, padahal ia masih musyrik?’’
Maka turunlah ayat ini sebagai jawaban atas pertanyaan itu. Peristiwa khusus
ini hanya sekedar contoh, sedangkan hukumnya berlaku umum.[10]
Al-Wahidi meriwayatkan dari jalur As-Suddi dari Abu Malik dari Ibnu
Abbbas, dia berkata: ayat ini turun pada Abdullah bin Rawahah, yang ketika itu
memiliki seorang budak wanita berkulit hitam. Pada suatu hari dia marah kepada
budaknya dan menamparnya. Kemudian dia mendatangi Nabi dan memberi tahu beliau
tentang hal itu, lalu dia berkata, “sungguh saya akan memerdekannya dan
menikahinya. Lalu dia melakukan apa yang dikatakannya itu. Melihat apa yang
dilakukannya itu, sebagian orang muslim mencelanya. Mereka berkata, dia
menikahi seorang budak wanita? Maka Allah menurunkan ayat 221 surah Al-Baqarah.[11]
c.
Tafsir
Firman-Nya:والمحصنات wa
al-muhshanat wanita-wanita yang menjaga kehormatan merupakan isyarat
bahwa yang seharusnya dinikahi adalah wanita-wanita yang menjaga kehormatannya
baik wanita mukminah maupun Ahl Kitab. Ada juga yang memahami kata tersebut
ketika dirangkaikan dengan utu al-kitab dalam arti wanita-wanita merdeka.
Memang kata itu dapat berarti merdeka, atau yang terpelihara kehormatannya,
atau yang sudah nikah. Sekanjutnya didahulukanhya penyebutan wanita-wanita
mukminah memberi isyarat bahwa mereka yang seharusnya didahulukan, karena betapapun,
persamaan agama dan pandangan hidup sangat membantu melahirkan ketenangan,
bahkan sangat menentukan kelanggengan rumah tangga.
Ditutupnya ayat di atas yang menghalalkan sembelihan Ahl-Kitab
serta pernikahan pria muslim dengan wanita Yahudi dan Nasrani, dengan ancaman
barang siapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya dan seterusnya,
merupakan peringatan kepada setiap yang makan, dan atau merencanakan pernikahan
dengan mereka, agar berhati-hati jangan sampai hal tersebut mengantar mereka
kepada kekufuran, karena akibatnya adalah siksa akhirat nanti.
Di sisi lain, ditempatkannya ayat ini sesudah pernyataan keputusan
orang-orang kafir dan sempurnanya agama islam, memberi isyarat bahwa
dihalalkannya hal-hal tersebut antara lain karena umat islam telah memiliki
kesempurnaan tuntutan agama dan karena orang-orang kafir sedemikian lemah,
sehingga telah berputus asa untuk mengalahkan kaum muslimin atau
memurtadkannya. Ini sekali lagi menunjukan bahwa izin tersebut bertujuan pula
untuk menampakkan kesempurnaan islam serta keluhuran budi pekerti yang
diajarkan dan diterapkan oleh suami terhadap para istri penganut Yahudi atau
Kristen itu, tanpa harus memaksanya untuk memeluk agama Islam. Atas dasar
keterangan di atas, maka sangat pada tempatnya jika dikatakan bahwa tidak
dibenarkan menjalin hubungan pernikahan dengan wanita Ahl-Kitab bagi yang tidak
mampu menampakkan kesempurnaan ajaran Islam, lebih-lebih yang diduga akan
terpengaruh oleh ajaran non Islam, yang di anut oleh calon istri atau keluarga
calon istrinya.[12]
D. Bentuk
interaksi muslim dengan non muslim
1.
Ta’aruf
Agama Islam adalah agama rahmat.
Sebagaimana Al-Qur’an menyatakan bahwa Nabi saw. diutus sebagai rahmatan lil
’alamin.
Untuk mengejawantahkan cita-cita besar
yaitu rahmatan lil ’alamin diperlukan kerjasama antara umat manusia tidak
terbatas antar intern umat Islam tetapi dengan non muslim pun perlu dijalin
demi cita-cita di atas.
Untuk mewujudkan persaudaraan antar
pemeluk agama, Al-Quran telah memperkenalkan sebuah konsep yaitu ta’aruf.
Seperti yang disebutkan dalam Al-Quran. Allah berfirman :
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4
¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya
: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang wanita, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
saling mengenal. Sesungguhnya orang mulia di antara kamu di sisi Allah adalah
orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha
Mengenal.(Al-Hujurat: 13)
Ayat diatas dijadikan sebagai dasar atas
eksistensi interaksi sosial antar sesama manusia, dimana sebelumnya telah
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan interaksi adalah aksi timbal balik.. Selanjutnya
kata ta’aruf pentingnya untuk saling mengenal dan saling berinteraksi
antar satu sama lain dalam hal umum, tetapi tidak dalam hal yang berhubungan
dengan agama karena Allah telah membedakan diantara manusia yang dia cintai
yaitu orang-orang yang beriman dan bertakwa kepadanya. Dengan kata lain, Allah
telah memerintahkan hambanya untuk saling menghargai dan saling menghormati
dalam urusan-urusan sosial kemasyarakatan. Jika hal ini dikaitkan dengan
aktifitas keagamaan, maka hal tersebut telah dijelaskan oleh Al-Quran tentang
sistem dalam beragama. Allah berfirman :
ö/ä3s9
ö/ä3ãYÏ uÍ<ur
ÈûïÏ ÇÏÈ
Artinya
: Untukmulah agamamu dan untukulah agamaku (Al-Kafirun:6)
Dalam al-Quran juga menganjurkan agar
mencari titik-singgung dan titik-temu antar pemeluk agama. Bahwa Al-Quran
menganjurkan agar dalam interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan
hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain, dan
tidak perlu saling menyalahkan.
2. Muamalah
yang setimpal
Sejarah
telah mencatat bagaimana interaksi sosial dan muamalah dengan orang-orang non
muslim yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Rasulullah saw.
sendiri pernah menerima hadiah dari raja/kepala suku kafir. Bahkan Rasul pun
pernah memberi hadiah kepada mereka. Dalam urusan muamalah, Rasulullah saw.
selalu berbuat ihsan.Rasulullah saw. pun pernah bertransaksi dengan seorang
yahudi. Sebagaimana riwayat berikut ini :
Dari
Aisyah r.a. (ia berkata): “Sesungguhnya Nabi saw. telah membeli makanan
dari seorang Yahudi buat dibayar disatu waktu, dengan menggadaikan (memberikan
jaminan) baju besi kepadanya.
Untuk keperluan makanan keluarganya,
suatu hari Rasulullah saw. meminjam tiga puluh sha’ gandum kepada seorang
Yahudi dari suku Aus yang bernama Abu Syahmi. Dalam satu riwayat si Yahudi
tersebut menagih utang gandum tersebut kepada Rasul dan Rasulullah saw.
memberikan baju besinya sebagai jaminan bagi utangnya. Dalam riwayat lain baju
besi Nabi tersebut masih tergadai sampai beliau meninggal dan akhirnya Abu
Bakar menebusnya dan diberikan kepada Ali bin Abi Thalib.
Berdasarkan riwayat ini, barangkali kita
bertanya-tanya mengapa Rasulullah saw. tidak meminjam bahkan meminta kepada
para sahabatnya? Atas pertanyaan ini Imam Nawawi memberikan beberapa alternatif
jawaban yaitu: Rasulullah saw. berbuat demikian sebagai bayan (penjelasan)
atas bolehnya bermuamalah dengan Yahudi. Tidak ada makanan yang baik yang
dibutuhkan oleh keluarganya kecuali ada pada si Yahudi itu. Para sahabat tidak
akan berani mengambil jaminan dan menghargakannya. Oleh sebab itu, Rasul
bertransaksi dengan Yahudi supaya tidak menyulitkan para sahabatnya.
Ada poin-poin pelajaran dan pensyariatan
yang ingin disampaikan oleh Rasulullah saw yaitu tolong menolong tidak hanya
dapat dilakukan dengan sesama muslim tetapi dengan non muslim pun bisa
dilakukan tetapi tentunya memiliki batasan-batasan syari’at/agama.
Imam Bukhori menempatkan hadis di atas
di dalam pokok bahasan jual beli, jaminan, salam (pesanan), dan utang
piutang, begitu juga imam-imam ahli hadis ternama mayoritas mereka menempatkan
teks hadis di atas pada pokok bahasan muamalah. Menurut Abdul Kadir Hasan,
dalam urusan mu’amalah agama Islam tidak memberi batasan-batasan tertentu,
hanya agama melarang dalam kejadian-kejadian yang tetap, yang dapat menimbulkan
hal-hal yang tidak baik, seperti menipu, memberatkan orang, memaksa dan
menyusahkan orang.
Menurut Imam Nawawi dalam hadis di atas
terdapat hukum diperbolehkannya muamalah dengan non muslim dan hukum tetapnya
kepemilikan mereka terhadap harta benda mereka. Imam as Syaukany berpendapat
bahwa hadis di atas merupakan dalil atau petunjuk atas: pertama,
disyariatkannya jaminan dalam utang piutang baik di waktu perjalanan ataupun di
tempat sendiri. Kedua, dengan jelas hadis ini membolehkan kita kerjasama dengan
non muslim sepanjang barang yang dipakai muamalah itu tidak haram.
Jadi, yang dimaksudkan dengan interaksi
sosial menurut Al-Quran adalah sikap saling mengahargai dan saling menghormati
dalam urusan-urusan sosial kemasyarakatan atau dalam bidang muamalah.[13]
3. Menghormati
Agama-agama lain
Agama
menuntut pengorbanan apa pun dari pemeluknya demi mempertahankan
kelestariannya. Namun demikian, Islam tidak hanya bertujuan mempertahankan
eksistensinya sebagai agama, tetapi juga mengakui eksistensi agama-agama lain
dan menghormati pemeluk-pemeluk agama lain.
wur (#q7Ý¡n@ úïÏ%©!$# tbqããôt `ÏB Èbrß «!$#
Dan janganlah kamu
memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah (Al-An’am:108)
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# (
Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); (Al-Baqarah:256)
4. Berbuat
adil dengan non muslim dan menahan diri dari gangguan mereka.
Islam membiarkan orang non
muslim untuk hidup berdampingan dengan Muslim, selama tidak memusuhi dan
memerangi kaum Muslim.
Non muslim yang hidup dalam daulah Islamiyyah, mendapatkan
perlakuan dan hak yang sama dengan kaum Muslim. Harta dan darah mereka terjaga
sebagaimana terjaganya darah dan harta kaum Muslim.
Dan walaupun berbeda agama maka kita
saling mengasihi dengan rohmah insaniyah.[14]
IV. ANALISIS
Dari
pemaparan makalah di atas kami menganalisis mengenai semua agama orang beriman, Yahudi, Sabi’in, Nasrani, Majusi, dan
Musyrik, akan diberi keputusan yang adil oleh Allah pada hari kiamat, siapa
yang benar-benar mengikuti Allah dan Rasul-Nya selama hidup di dunia, dan siapa
pula yang mengada-ngada sesuatu dalam agama Allah dan siapa pula yang
mengingkari agama Allah.
Masing-masing umat beragama mengakui kebenaran agama yang dianutnya.
Sehingga mengelakan kebenaran agama yang lain. Tapi dihadapan Allah hanya satu
yaitu mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang beriman kepada yang
diajarkan Nabi Muhammad Saw, yaitu beriman kepada Allah, malaikatNya,
Rasul-Nya, hari kiamat dan kepada adanya kadar baik dan kadar buruk. Maka
disini terlihat bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah agama islam. Agama
islam adalah agama yang mengemban misi keselamatan dunia akhirat, kesejahteraan
dan kemakmuran lahir batin bagi seluruh umat manusia dengan cara menunjukan
kepatuhan, ketundukan kepada Tuhan, dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.
Oleh karena itu, kita sebagai orang islam harus mampu meningkatkan
keimanan dan mempertahankan agama yang kita anut. Akan tetapi kita harus tahu
akan toleransi
beragama dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain
selain agama kita dengan segala bentuk system. Konsep toleransi yang ditawarkan
Islam sangatlah rasional dan praktis serta tidak berbelit-belit. Namun, dalam
hubungannya dengan keyakinan (akidah) dan ibadah, umat Islam tidak mengenal
kata kompromi. Ini berarti keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan
keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka, begitupun
dengan tata cara ibadahnya.
V. KESIMPULAN
Dari
makalah tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang agama dapat disimpulkan
bahwa Agama
berarti penghambaan kepada Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, Zat yang
kepada-Nyalah segala apa yang ada di langit dan di bumi berserah diri. Agama Islam adalah agama yang mengemban misi keselamatan dunia
akhirat, kesejahteraan dan kemakmuran lahir batin bagi seluruh umat manusia
dengan cara menunjukan kepatuhan, ketundukan kepada Tuhan, dengan melaksanakan
segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Allah menghalalkan sembelihan Ahl-kitab serta pernikahan pria
muslim dengan Yahudi dan Nashrani, maka Allah mengancam “barang siapa yang
kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya. Ini merupakan peringatan kepada
setiap yang beriman agar berhati-hati dalam menjalani hubungan dengan
Ahl-Kitab. Jangan sampai hubungan tersebut mengantarkan beriman pada kekufuran.
Interaksi
antara muslim dengan non muslim menurut Al-Quran diantaranya yaitu sikap saling
mengahargai dan saling menghormati dalam urusan-urusan sosial kemasyarakatan
atau dalam bidang muamalah.
VI. PENUTUP
Demikian
makalah ini kami buat. Kami memohon maaf apabila di dalam penyusunan makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, karena kesempurnaan
hanyalah milik-Nya, dan kami hanyalah manusia yang tidak pernah luput dari kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan demi
kemashlahatan kita semua. Dan semoga bisa mengambil hikmahnya.
[1]
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Pt.Mizan Pustaka,
2007), hlm.324
[2]
Zaky Mubarok, Akidah Islam, (Yogyakarta:UII Press Yogyakarta, cet
ke 2, 2001), hlm.45-47
[3] Gudangmakalahmu.blogspot.com/../makalah-ayat agama,
(Saturday 09.00)
[4]
Www.Lebaran.com/component/k2/item/4,
(Friday at 10.30)
[5]
Zaky Mubarok, Akidah Islam, (Yogyakarta:UII Press Yogyakarta, cet
ke 2, 2001), hal.58-67
[6]
Departemen Agama Ri, AL-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Lentera Abadi,
2010), hlm 371-373.
[7]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Lentera Abadi, jilid I, 2010),hlm
44-45.
[8]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi,
jilid II, 2010), hlm.23-25
[9]
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Tangerang:Lentara Hati,2002), hlm
30-31
[10]
Depatemen Agama RI, AL-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Lentera Abadi,
jilid I, 2010), hlm.327
[11]Jalaluddin
as-Suyuti, Lubabun Nuquul fii Asbabin Nuzuul, (Depok: Gema Insani,2008) hlm.92
[12]
M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah, (Tangerang: Lentara Hati,2002), hlm
28-32
[13]
Uin.suka.ac.id/6885/1/bab
201.V.df, (Wednesday at 08.45)
[14]
M.Quraish Shihab, Wawasan
AL-Qur’an, (Bandung: PT. Pustaka Setia, cet
XVII, 2006), hlm.379-381